RESENSI BUKU KE 4


PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN

Judul dan Identitas Buku: 
Perempuan Berkalung Sorban
Penulis: Abidah El Khaelieqy
Penyunting: Tika Yuitaningrum
Penerbit: Mutiara Media

Pendahuluan:

Novel ini menyoroti perjalanan Anisa, putri seorang kyai, yang dibesarkan dalam lingkungan pesantren konservatif penuh aturan patriarkal. Sejak kecil ia menyadari ketidakadilan gender dilarang berkuda, bicara, atau melanjutkan pendidikan setinggi kakak-kakaknya. Melalui kisah perjuangannya melawan norma sosial dan tekanan keluarga, Abidah El Khalieqy menunjukkan bagaimana agama kadang disalahpahami oleh manusia penuh prasangka.

Sipnosis:

Anisa, gadis cerdas dan kritis, tumbuh dalam pesantren Al-Huda yang ketat terhadap perempuan. Ia melihat sendiri bagaimana kakak-kakaknya memperoleh kebebasan belajar, bermain kuda, berbicara bebas—sedangkan ia dibatasi karena dianggap “kodrat perempuan”.  

Dalam pernikahan dini yang diatur ayahnya, Anisa menderita di tangan Samsudin, suami yang kasar, selingkuh dan melakukan KDRT. Ia hanya bisa bercerita kepada pamannya, Khudori, yang selama ini mendukungnya. Atas dorongan Khudori, ia berani mengupayakan perceraian. 

Setelah menikah dengan Khudori, Anisa melanjutkan kuliah, aktif dalam organisasi perempuan, dan menjadi penulis. Walau Khudori meninggal akibat kecelakaan, Anisa bertahan demi anaknya, Mahbub, dan melanjutkan perjuangannya atas kesetaraan gender yang ia yakini sejati.

Analisis dan Evaluasi: 

Kekuatan utama novel ini terletak pada karakter Anisa: sosok perempuan pemberani dan intelektual yang percaya pada keadilan. Abidah menggunakan latar pesantren dan narasi puitis untuk menyampaikan pesan feminisme bahwa patriarki tidak mewakili ajaran agama, melainkan interpretasi manusia yang salah. Kadang dialog Anisa dan Khudori terasa menggurui, namun hal ini sejalan dengan tujuannya: memberi kesadaran kepada pembaca tentang pentingnya posisi perempuan sejajar dalam agama dan masyarakat.

Kesimpulan:

Perempuan Berkalung Sorban adalah karya penting yang mengangkat isu kesetaraan gender secara puitis dan humanis, dengan tokoh utama yang kuat dan inspiratif. Meski beberapa dialog terasa berat, novel ini tetap relevan dan memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana perempuan bisa dan berhak menentukan nasibnya. Sangat direkomendasikan bagi pembaca dewasa, khususnya yang tertarik dengan tema feminisme dalam konteks agama dan budaya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI BUKU KE 2

RESENSI BUKU KE 1

RESENSI BUKU KE 3